ESOTERIK , SISI BATIN YANG SERING TERLUPAKAN
Kamis, 16 April 2009
Edit
oeh : Akbar kuspriadi GMR
Seorang sahabat lama, sebut saja namanya Andri, berdiskusi dengan saya seputar pencapaian spiritual kami masing-masing, hingga pada topik HENING, ia seolah tak percaya dan berulang kali menanyakan tentang cara , bacaan atau jampi untuk masuk ke kondisi kejiwaan tersebut. Praktisi ilmu Hikmah dan penganut berbagai Tarekat yang belum pernah memasuki kondisi jiwa hening ini berulangkali menanyakan tentang cara atau bacaan untuk memasuki keadaan tersebut, walaupun saya berulangkali pula menjelaskan padanya tentang tidak adanya jampe atau bacaan khusus untuk mencapai kondisi tersebut. “ Hening “ adalah kondisi batiniah yang hanya dapat dicapai dengan RASA yang dalam , penghayatan selanjutnya penjiwaan , hening bukanlah keilmuan tertentu, ujarku berulangkali menjelaskan padanya.
Ya, demikianlah, Andri adalah salah satu dari sekian banyak orang yang terjebak dalam praktek-praktek eksoteris yang sempit. Seperti Andri yang satu ini , terjebak dalam jumlah dan tatacara , sementara banyak juga nun jauh disana “andri-andri yang lain” yang terjebak dalam berbagai belenggu praktek-praktek eksoterik yang sempit, ada yang terjebak dalam tingkatan keilmuan atau aliran reiki tertentu , ada pula yang terjebak dalam ritual-ritual upacara tertentu.
Sama seperti saya dimasa lalu, yang melakukan sholat tanpa henti , tapi tak mencapai ketenangan batin saat melakukan ritual tersebut. Atau kali lainnya, saat melakukan berbagai praktek eksoterik Reiki yang njlimet serba procedural saya dan rekan-rekan praktisi reiki di berbagai belahan dunia seringkali melupakan hakekat energi dan ilmu yang bersumber dari Yang Mutlak, kita tidak merasakan kehadiran dan peran sertaNya, kita disibukan dengan hal-hal bersifat luar seperti symbol yang digunakan, aliran, dan lain sebagainya.
Dalam ritual ibadah pun selama ini kita terjebak dalam dunia eksoterik yang sempit, sibuk pada bacaannya bukan pada penghayatan kita tentang makna bacaan yang kita baca, kita sibuk pada gerakan bukan pada kesadaran bahwa yang menggerakan tubuh kita adalah Dia Yang Maha Sumber. Kita, beribadah tanpa merasakan kehadiran DIA YANG MAHA HADIR . Kita ibarat wujud fisik computer tanpa hardwere, tidak berfungsi sama sekali. Ibadah kita hanya gerak dan kata tanpa makna dan tidak ada manfaat sama sekali.
Tentang hal ini al Qur`an pernah menyinggung, “ Sesungguhnya, sholat mereka di sekitar baitullah itu seperti tepukan dan siulan belaka .” ( Q.S.8 :35 )
Kita seharusnya memuja Dia dengan rasa rindu bukan karena rutinitas semu atau karena takut masuk neraka, atau karena hal-hal rendah lainnya. Seperti perkataan AlHallaj seorang sufi besar, “ Aku tidak akan melakukan sholat ( ritual eksoterik) kecuali dengan menghadirkan rasa syukurku padaNya ( sisi esoterik) .”
Para praktisi energi seperti halnya saya dahulu pun disibukan dengan aspek-aspek prosedural , membuat symbol, nafas, mudra atau postur rubuh tertentu, dan lain sebagainya, tetapi kita melupakan bahwa hakekatnya energi bersumber dari yang MAHA SUCI padahal kita seharusnya selalu dalam keadaan suci saat mengakses energi dari Yang Maha Suci. Tentang hal ini Guru Besar Nampon , Abah H.Sudrajat Handawinata.Ir , mengatakan bahwa untuk mencapai energi Ilahi, kita harus bersih jasad, bersih hati dan bersih fikiran.
Sama persis seperti yang beliau katakan , Ustadz Zakaria (Garut) seorang praktisi spiritual, juga menyatakan bahwa dalam penulisan Hiriz ( orang Jawa menyebutnya isim) yaitu tradisi spiritual-eksoterik yang beliau geluti, seorang harus menulisnya dalam keadaan bersuci, baik lahir maupun batin.Menurut lulusan Hauzah Ilmiah Qum Iran ini, bila hati tidak dalam keadaan ikhlas, dan suci, dipastikan hiriz tersebut tidak barokah, bila terasa ada manfaatnya bagi pengguna dipastikan berisi kekuataan dari alam dimensi rendah yang sudah pasti non Ilahiah, atau beliau biasa menyebutnya dengan khodam jin.
Barangkali itulah sebabnya, mengapa rekan-rekan kita termasuk saya dahulu terjebak dalam energi-energi yang tidak murni (khadam), karena saat berdoa , wiridan, atau bermeditasi kita melupakan DIA YANG MAHA SUCI, kita melupakan aspek-aspek batiniyah atau sisi esoteris seperti : keikhlasan, kesabaran, ketenangan jiwa, dan kerendahan hati.
Semakin dalam pengahayatannya semakin efektif hasilnya
Dalam silaturahmi praktisi Reiki dan Kesadaran semesta 26 Maret kemarin, saya membagikan selembar kertas beserta pensilnya pada para peserta yang hadir, kemudian saya menyuruh peserta menuliskan sebuah angka yaitu 19 pada kertas tersebut. Kemudian saya menjelaskan makna angka 19 yang mereka tulis tersebut, antara lain bahwa Al Qur`an tersusun dari bilangan prima, dan didominasi perkalian 19, bismillahirahmanirahim pun terdiri dari 19 huruf. Saya menjelaskan pula bahwa 19 adalah symbol dari angka tunggal ( satu ) yang melambangkan keEsaan dan angka tertinggi atau bilangan terbesar yaitu sembilan, sehingga 19 bisa diartikan sebagai The Great One , Satu Yang Terbesar atau sebutan lain bagi Tuhan Yang Agung. Beberapa saat usai dijelaskan saya mengajak peserta untuk menuliskan kembali angka tersebut . Setelah itu saya mengajak para peserta untuk mendeteksi dengan telapak tangan kedua angka 19 tersebut, kesimpulannya : angka 19 pertama yang ditulis sekedar hanya karena diperintah tanpa memahami hakekat atau makna yang terkandung di dalamnya ternyata kualitas energinya sangat-sangat rendah dibandingkan angka 19 yang ke 2 yang ditulis dengan pemahaman dan kesadaran akan kebesaran Ilahi.Menurut sebagan besar praktisi yang hadir, angka 19 yang ke2 yaitu yang ditulis dengan penghayatan memiliki tingkat getaran yang kuat , halus merembes ke segala arah, MAHA BESAR ALLAH SUMBER SEGALA SESUATU.
Hal tersebut membuktikan pada kita bahwa kualitas atau efek dari sebuah laku lahir kegiatan spiritual yang mendalami sisi esoteris atau laku batin seperti penghayatan akan makna, kesadaran, cinta, ikhlas, dan seterusnya, lebih dahsyat dari sebuah kegiatan eksoteris dan dilakukan tanpa mendalami sisi , walaupun mungkin dari luar terlihat sama.
Sama seperti pengalaman rekan saya yang membacakan ayat Qursi pada seorang pasien yang sedang kesurupan, setelah dibacakan , pasien tersebut sadar kembali. Usai pembacaan , seorang ajengan mendekati rekan saya tersebut sambil berkata,” padahal yang saya bacakan tadi pada orang ini juga ayat Qursi , tapi kenapa dibacakan oleh saya pasiennya tidak sembuh ya?”.Walaupun keduanya sama-sama membaca ayat yang sama, tetapi ternyata kualitas yang dibacakannya berbeda, barangkali nilainya secara esoteris lebih tinggi ayat yang dibacakan rekan saya tersebut.seperti yang ia ungkapkan sendiri ”Saya membacanya sambil mengingat Allah, dan sama sekali tidak berambisi agar pasien segera sadar, saya pasrah saja pada kehendakNya.” Ujar rekan saya enteng.
Tentang hal tersebut, ustadz Zakaria menceritakan pula pengalamannya ,” Dulu saya sering menulis Hiriz tanpa pendalaman batin, saat dideteksi seorang rekan yang beraliran Mahatma dikatakan bahwa Hiriz yang saya buat dengan tinta za`faron tersebut berisi khodam jin, dan rekan tersebut mencabutnya dan hiriz itu pun kosong kembali.Sepulang dari Iran saya coba membuat Hiriz dengan pendalaman dan penghayatan akan apa yang saya tulis, dan kemudian saya minta agar rekan saya yang pelatih Mahatma tersebut agar mendeteksi dan mencabutnya, walhasil ia tidak bisa mencabutnya dan bahkan tidak bisa mendeskripsikan energi apa yang mengisi hiriz tersebut.”selanjutnya ia menambahkan,” Padahal saya tulis hiriz tersebut hanya dengan pulpen biasa.”
Kalau diibaratkan, eksoteris adalah kulit sementara esoteris adalah isinya, atau dalam analogi lainnya, eksoterik adalah hardwere sementara esoteris adalah softwerenya, wujud fisik computer atau hardwere tidaklah menjalankan fungsinya apabila di dalamnya tidak ada softwerenya, pun sebaliknya, softwere tanpa hardwere maka tidak ada artinya sama sekali, keduanya adalah satu bagian yang tak boleh terpisahkan, sama seperti diri kita yang terdiri dari dua yang tak terpisah, jiwa dan raga.Raga tanpa jiwa hanyalah seonggok bangkai tidak berarti, sebaliknya jiwa tanpa raga tidaklah dapat disebut manusia.
Kembali ke dalam diri
Kembali ke pembahasan diawal tentang HENING tadi, sama saja dengan kita berbicara tentang RINDU, DAMAI HATI, BAHAGIA , dan seterusnya, ada di dimensi esoteris, di dalam diri kita, hakekat yang tersembunyi yang tidak tampak dari luar. Memang ada banyak metode atau Thariqoh untuk mencapai Hening, seperti Ustadz Abu Sangkan dengan Metode Pelatihan Sholat Khusyunya, atau seperti cara yang ditawarkan berbagai macam tarekat atau berbagai tradisi yoga, Nampon, Falun Gong dan lain sebaginya, tetapi tanpa Kesadaran dan Kehadiran Hati, cara apa pun tidak akan pernah berhasil membawa kita menuju Hening, dan berbagai pengalaman Esoterik lainnya.
Seperti yang dikatakan para Arif,” Kesadaran adalah pintu gerbang Irfan ( kebijaksanaan atau sebutan lain dari tasawuf atau spiritualisme) “
Sebagaimana yang dikatakan abah Ajat, panggilan akrab Guru Besar Nampon Sudradjat Handawinata ,Ir, “Kesadaran yang ditunjang mujahadah atau jihadunnafsi menyambungkan kita pada energi spiritual murni atau tertinggi tertinggi dari YANG MUTLAK.” Senada dengan pernyataan Abah, ustadz Zakaria guru saya yang lain menyatakan pula,” Kesadaran adalah awal, selanjutnya ditunjang dengan ilmu ma`rifah dan tazkiyatunnafsi (penyucian jiwa), kita akan mencapai kedalaman batin .”Ya, samudra esoteris yang tak bertepi itu ada di dalam diri kita, dan hanya dapat dicapai dengan kembal ke dalam diri, sesuatu yang selama ini sering kita lupakan.