Indahnya Kegagalan
Rabu, 30 September 2009
Edit
Oleh : Akbar Kuspriadi Grand Master Reiki
"Arungilah Shafa Marwah(kegagalan)mu, maka disana engkau akan temukan zamp-zam ( mata air keberhasilan)mu "Ali syariati dalam bukunya HAJI
Suatu hari saat kuliah dulu, saya dan teman-teman hiking ke salah satu gunung tertinggi di Jawa barat. Karena kondisi jalan yang licin akibat baru terguyur hujan, beberapa kali saya terpeleset, terjatuh hingga badan berlumuran Lumpur. Cuaca yang dingin berkabut, ditambah lagi kambuhnya rasa nyeri di kaki akibat terjatuh dari motor setahun sebelumnya, membuat perjalanan tersebut kian berat kurasakan. Belum lagi rasa letih dan pegal akibat membawa ransel yang membebani punggungku, semuanya semuanya semakin menambah berat perjalananku.
Tanpa terasa, puncak gunung terlihat sudah di depan mata, kami pun berteriak kegirangan, dan dengan penuh semangat kami percepat langkah kami .Tapi ternyata, sudah lebih dari lima belas menit lebih kami berjalan, kami masih belum mencapainya, ternyata puncak tidak sedekat yang kami kira.Dengan langkah gontai penuh kecewa, saya paksakan kaki ini untuk melangkah, kami saling menguatkan hati satu sama lain, dan terus berjalan merangkak meniji puncak.
Akhirnya, sampailah kami pada puncak gunung itu dalam keadaan bahagia dan luar biasa puas.Luar biasa Puas karena keindahan gunung itu lebih dari apa yang kami bayangkan sebelumnya , dan kepuasan yang lain adalah karena kami telah berhasil melewati berbagai rintangan dan hambatan.andaikata satu kedipan mata sudah ada di puncak gunung tersebut , barangkali nilai kepuasannya tidak sedahsyat ini, begitu fikirku saat itu.
Pengalaman tersebut mengajarkanku bahwa untuk mencapai puncak harapan, akan selalu ada berbagai rintangan , keterplesetan, kesulitan atau disini kita menyebutnya dengan satu istilah saja ; kegagalan. Untuk itulah , agama seringkali mengajarkan kita untuk sabar dalam menghadapi segala hambatan di hidup ini, atau sabar dalam menerima dan kemudian melewati kegagalan demi kegagalan.
Kegagalan merupakan anak tangga menuju sukses
Di balik manisnya kesuksesan selalu ada setumpuk kegagalan, atau serangkaian kesulitan yang harus dilalui. Seorang bayi, ketika belajar berbicara, harus melewati kegagalan demi kegagalan dalam mengucapkan huruf, kata, dan kalimat. Sebelum seorang anak bisa berjalan, bahkan berlari, pasti mengalami jatuh berkali-kali.
Kegagalan juga dialami oleh para ilmuwan, Sebelum mereka berhasil mempersembahkan karya ilmiah yang gemilang, mereka banyak mengalami kegagalan (puluhan, bahkan ratusan kegagalan) dalam percobaan dan riset yang mereka lakukan. Sebelum Thomas Alva Edison menemukan bola lampu yang berhasil merevolusi kehidupan manusia, ia melakukan banyak kesalahan dan mengalami ratusan percobaan yang gagal. Bahkan dari ratusan percobaan tersebut, hanya satu yang berhasil membawa sukses: penemuan bola lampu. Demikian juga dengan olahragawan, sebelum mereka berhasil membukukan sukses, mereka juga harus melewati jalan yang sama: kegagalan. Lance Armstrong, pebalap sepeda dunia yang telah berhasil memenangkan berbagai kejuaran dunia balap sepeda, dia juga mengalami banyak kegagalan. Ia harus mengalami jatuh bangun dalam ratusan kali latihan yang ia jalani dalam mempersiapkan diri sebelum ikut suatu pertandingan.
Hal yang sama juga dialami oleh para pebisnis sukses. Mereka bahkan memasukkan kegagalan dalam rencana sukses mereka. Kegagalan atau kesulitan mereka antisipasi dalam perjalanan meraih sukses, sehingga mereka pun bisa mempersiapkan diri dengan baik untuk melewati jalan yang penuh kesulitan.Ketika jalan itu berhasil mereka lalui, mereka mengambil pelajarannya dan terus melaju meraih yang mereka cita-citakan.
Penulis buku best seller Chicken Soup for Soul pernah mengalami penolakan sebanyak 36 kali dari berbagai penerbit sebelum bukunya pada akhirnya diterbutkan, laku keras, dan sukses.Dibelakang kesuksesan Mbah Surip almarhum yang lagu “ Tak gendongnya” mengeruk milyaran rupiah,ada setumpuk kesulitan yang harus dilalui sang musisi fenomenal tersebut sebelum sukses menghampiri di akhir hayatnya yang juga fenomenal.Dibelakang senuah kesuksesan, mestilah ada serangkaian kesulitan,kegagalan.
Belajar memaknai kegagalan dari Siti Hajar
Barangkali kita ingat sejarah Siti Hajar as, sang guru besar teladan kepasrahan, kesabaran, ketaatan tanpa mengeluh, perjuangan dan cinta suci.Pada masa lalu, Siti Hajar bersama bayinya Ismail yang masih merah ditinggalkan Ibrahim as kepala rumah tangga mereka di tempat ini, saat tempat tersebut masih tandus kerontang, belum ada peradaban hanyya padang gersang tak berpenghuni. Saat Ibrahim sang suami meninggalkannya, bertanyalah Siti Hajar,” Wahai suamiku, mengapa engkau tinggalkan kami.” Ibrahim terdiam , menangis tanpa sanggup berkata apa-apa, kecuali menunduk sambil bergegas meninggalkan isteri dan buah hatinya tersebut.Untuk keduakalinya Hajar bertanya lagi,” Wahai suamiku mengapa engkau tinggalkan kami.” Lagi-lagi Ibrahim tidak menjawab kecuali menunduk haru sambil bergegas pergi.Dengan kesabarannya, Hajar bertanya lantang pada suaminya Ibrahim yang kian jauh dari pandangan,”Wahai suamiku, apakah ini perintah Allah?” .Suaminya mengangguk sambil menjauh dari pandangan, meninggalkan Siti hajar bersama Ismail kecil di tengah padang gersang menyendiri.
Sang bayi Ismail pun menangis keras , Hajar berusaha menyusuinya, namun malang air susunya tak keluar setetes pun.Saat tangis sang bayi kian keras, hajar bangkit , tanpa mengeluh ia berusaha bergerak berlarian ke sana kemari mencari seteguk air bagi anaknya.Hal ini mengingatkan kita pada perjuangan ibu kita, dan ayah kita yang telah membesar kita dengan susah payah, karena keringat merekalah kita tumbuh seperti ini.Kita kembali ke kisah tadi, akhirnya sampailah Siti Hajar di bukit Shofa yang dari jauh terlihat seperti ada air ternyata kering tak ada air setetes pun.Di Shafa ini Siti Hajar berdiri dan melihat air di Marwah bukit batu yang satunya, dengan semangat bergegaslah hajar ke Marwah untuk mendapatkan air bagi anaknya, dan lagi-lagi hanya bukit batu keringlah yang ia dapat, tak ada air setetes pun.Di Marwah kembali ia berdiri dan terlihat ada air di bukit Shofa, kembali ia berlari ke bukit Shofa dan lagi-lagi hanya batuan kering yang ia dapatkan, tak ada setetes air pun yang didapat, begitulah hingga tujuh balikan ia berlarian dari shofa kemarwah, dan dari marwah ke shofa yang panas dan tandus.Saat harapan seolah tada lagi, rasa letih dan haus telah sampai pada puncaknya, tiba-tiba saat memohon ampunan dan rahmat dari Tuhannya, Hajar merasakan basah pada telapak kakinya, diangkatlah kedua kakinya dari tempat tersebut yang bergemuruh, Maha besar Tuhan, air memancar dari tempat ia berdiri, serta merta ia membuat kubangan air dengan kedua tangannya sambil berkata “zam………zam… Zam.” Atau “berkumpulah , berkumpulah…” .Ya, itulah awal mula munculnya mata air zam-zam, mata air cinta yang tidak pernah mengering.
Peristiwa tersebut mengajarkan kepada kita bahwa sebelum Hajar memperoleh “Zam-zamnya” yang tidak pernah mengering, ia harus melintasi perjalanan bulak-balik shofa marwah dalam rangka mencarikan air baginya dan anaknya yang ternyata tidak ditemukannya di kedua bukit tersebut.Sebagaimana sabarnya Hajar melintasi “shofa marwah” kegagalannya, kita pun harus pula sabar melintasi “shafa marwah” kegagalan kita sendiri sebelum akhirnya pertolongan Tuhan hadir ditengah-tengah kita.Andaikata Siti hajar saat itu menyerah sebelum tengah jalan misalnya baru enam kali putaran shofa marwah lalu ia berhenti dan pulang mengejar Ibrahim, barangkali tidak akan pernah ada zam-zam, suatu simbolkesuksesan atau mata air keberhasilan yang hanya dapat ia raih setelah menempuh tujuh kali putaran sofa-marwah kegagalannya.