Bid`ah-bid`ah pada Reiki dan sistem-sistem ekstoteris lainnya
Selasa, 24 Maret 2009
Edit
oleh : GMR Akbar Kuspriadi
Sebagaimana diketahui , Reiki Usui yang dibawa ke Amerika oleh Sensei Takata dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia , telah kehilangan tekhnik-tekhnik dan konsep-konsep spiritualnya, sehingga reiki yang berkembang bukanlah spiritual energy atau spiritual healing tetapi hanyalah energi atau healing “biasa saja”
Reiki kini tidak lagi dilihat dan difahami berdasarkan paradigma grand Master Usui , tetapi berdasarkan paradigma penerus silsilah setelah beliau. Akhirnya Reiki dibatasi hanya sebagai energi penyembuhan saja. Maka, karena Reiki hanya difahami sebagai energi penyembuhan, maka jadilah Reiki sebagaimana yang diyakini, ia hanya menjadi energi penyembuhan biasa yang tidak efektif untuk menangani masalah Supranatural, gangguan jin, santet dan lain-lain.Padahal Sensei Usui menyatakan “setiap benda yang ada di alam semesta ini mempunyai reiki’ yaitu “energi universal yang merupakan inti dari seluruh kejadian”Beliau menyatakan pula bahwa “reiki merupakan gelombang energi cinta” dan “sinar murni yang datang dari dimensi yang lebih tinggi .
Para master reiki kemudian berusaha melengkapi “missing link” ini dengan mengadopsi tekhnik-tekhnik non reiki dan atau mengakulturasikan reiki Usui dengan konsep-konsep mistik-atau spiritual di luar reiki yang sebagian bersumber dari halusinasi atau “wisik gaib “, maka munculah aliran-aliran “reiki oplosan” .
Pada Reiki Seichim misalnya, Patrick Zeigler sang founder pada tahun 1978 mendapatkan energi barunya di sebuah piramid di Mesir saat ia menjalankan tugas sebagai pasukan perdamaian PBB. Pada malam suatu malam , saat bermeditasi di ruang raja dalam Piramida tersebut, ia mendengar suara-suara gaduh yang semula dikiranya adalah para penjaga yang mendatanginya, ketika berniat akan bersembunyi, tiba –tiba terlihatlah suatu sosok makhuk bersinar dalam delapan pola melayang di atasnya yang kemudian berkata,” This is why you have come ?”.Lalu “sret” dadanya serasa dibelah, setelah itu tiba-tiba rasa takutnya menghilang begitu saja, dan Patrick tiba-tiba merasakan suatu kesunyian yang belum pernah ia alami sebelumnya, hingga detak jantungnya pun terdengar keras.
Setelah dikonfirmasikan pada seorang cenayang bernama Christine Gerber di California maka berkembanglah kemudian apa yang disebut sebagai Reiki Seichim. Konon, saat itu Christine kesurupan sosok makhluk halus yang mengaku bernama Marat, yang menambahkan pada Seichimnya sebuah simbol bernama infinity.
Tidak hanya Seichim Reiki, reiki-reiki yang muncul belakang seperti Lightarian Reiki, Shambala , dan lain-lainnya sudah mulai mengalami penyimpangan atau apa yang agama menyebutnya sebagai penyesatan. Padahal Syekh Abdul Qodir Jaelani salah seorang yang dianggap wali oleh para pengikutnya dikalangan Islam suatu hari dalam dzikirnya pernah didatangi suatu cahaya putih kemilau yang menyatakan ,” aku adalah yang selama ini engkau sembah, sudah cukup ibadahmu.” Tiba-tiba beliau bangun lalu mengambil sandal dan kemudian melemparkannya pada cahaya tersebut sambil berkata,” enyahlah engkau iblis.” Artinya, kita harus selalu hati-hati terhadap setiap sosok yang datang pada kita, tidak boleh percaya begitu saja.
Tentang hal ini, Alkitab berbicara pula :
”Hal itu tidak mengherankan, sebab iblis pun bisa menyamar sebagai malaikat terang.’ 2 korintus: 14)
( pembahasan tentang berguru gaib dan guru sejati akan kita bahas pada buku Kesadaran Semesta berikutnya )
Demikianlah, pada akhirnya “ eksperimen-eksperimen spiritual” tersebut malah semakin menurunkan reiki ke tingkat klenik-mistikisme atau bisa dikatakan sebagai perdukunan gaya baru, bukannya spiritualisme sebagaimana yang biasa mereka gembar-gemborkan, mereka mengatakan bahwa mereka telah bertemu para spiritual guide`s yang mengajarkan pada mereka tekhnik-tekhnik baru yang selain tidak “manusiawi”(karena yang mengajarkannya jelas bukan manusia) juga belum tebukti effektifitasnya . Disinilah awal penyimpangannya, tatkala mereka berkutat seputar mistikisme, mereka sibuk dalam permainan para “spiritual guide”, mereka lupa bahwa reiki berasal dari Tuhan dan harus dipergunakan sesuai dengan “apa yang Tuhan inginkan “. Mereka sibuk dalam bebagai tekhnik yang diajarkan oleh apa yang mereka sebut sebagai para spiritual guide, atau sesuatu yang mereka klaim sebagai Ascended Master, dan lain-lain, sementara mereka lupa dengan konsep-konsep dasar reiki seperti :
Santai, Senyum, Pasrah, dan Biarkan Reiki Mengalir
Disaat itulah ,reiki sebagai anugerah Ilahi dipisahkan dari sumbernya ; Alam Semesta yang luas yang tidak terbatas milik Sang Ilahi, maka reiki kini dikungkung dalam batasan-batasan yang manusia buat (lebih parahnya malah yang makhluk halus buat) ; level, simbol, tekhnik, mantera, mudra, dan lain sebagainya. Kepasrahan adalah suatu cara untuk mendekat pada Yang Tak Terbatas, bila kita dekat dengan Yang tak Terbatas maka bukankah energi kita pun akan tak terbatas juga?
Dalam tatacara inisiasi salah satu varian Reiki pada tingkat ke 2 misalnya , saya sebagaimana yang diajarkan master saya biasa mengucapkan afirmasi sebagai berikut,” “anda telah mendapat attunement reiki 2 pada tradisi Usui dengan sempurna oleh karena itu mulai saat ini anda terhubung dengan energi alam semesta secara permanen dan anda berhak menyalurkan reiki pada………, dan anda berhak menggunakan simbol chokurei, seihei ki , dan honsase zonen”
Pada afirmasi dalam inisiasi Reiki tersebut terlihat beberapa pembatasan yaitu pada bagian yang hurufnya ditebalkan, ini merupakan salah satu pembatasan yang dilakukan seorang “mater reiki” pada muridnya. Pada akhirnya walaupun seorang murid dapat menyalurkan Reikinya dan menggunakan “fasilitas” berupa simbol-simbol yang diberikan haknya, tetapi dalam paradigma KeKesadaran Semesta-an, hal tersebut merupakan hijab yang membatasi hubungan si murid dengan keluasan Semesta, dan Pencipta pada akhirnya. Murid dibatasi hanya terhubung dengan satu aliran Reiki dan hanya dapat memanfaatkan simbo-simbol tertentu saja, ia tidak dapat menggunakan varian lain dan simbol-simbol lainnya. Padahal energi semesta itu sangat luas tak terbatas, dan simbol-simbol yang ada di alam jagat itu sangat banyak tak tersebutkan.
Firman Allah dalam Alqur`an ,” Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi setelah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat-kalimat Alloh.” Qur'an S Luqman:27
Tentang pembahasan ini, saya punya pengalaman unik. Setelah menamatkan pelajaran saya pada master saya yang pertama, kemudian hari saya dipertemukan dalam sebuah seminar mengenai hipnosis dengan Bpk.Yan Nurindra yang tak lain adalah “kakek guru saya”atau guru dari master Reiki pertama saya saat itu. Setelah berbincang-bincang panjang lebar tentang Reiki, Pak Yan, begitu panggilan akrabnya ternyata kaget saat mendengar ada tingkat 3a pada Reiki Usui saya sebagaimana yang saya dapat dari master saya. karena menurutnya pada Reiki Usui yang berasal dari lineagenya tidak ada tingkat 3a, kontan saja hal tersebut justeru membuat saya lebih kaget lagi, berarti master pertama sayalah yang “menambahkan tingkat 3a pada Reiki Usui yang diajarkannya.
Dari pengalaman tersebut, saya menyimpukan bahwa inisiasi Reiki merupakan pembatasan yang dibuat guru pada muridnya, dan kemudian setelah sang murid menamatkan pelajarannya, setelah menjadi guru dia dapat lebih membatasi lagi murid generasi berikutnya , misalnya dengan membuat tingkatannya menjadi lebih banyak, prosedur atau tata cara attunementnya menjadi lebih rumit dan seterusnya
Untuk membatasi aliran Reiki misalnya, sang master dapat memberi batas saat inisiasi cukup dengan menambahkan kata-kata tertentu pada afirmasinya , misalnya,”
,” “anda telah mendapat attunement reiki 1 pada tradisi Usui dengan sempurna oleh karena itu mulai saat ini anda terhubung dengan energi alam semesta secara permanen dan anda berhak menyalurkan reiki hanya pada diri sendiri”
Untuk membatasi seorang Master agar tidak menyebarluaskan aliran Reiki tertentu , seorang Grand Master bisa saja membatasi muridnya dengan menambahkan kalimat berikut (yang digaris bawahi) saat memberikan afirmasi,” “anda telah mendapat attunement reiki tingkat master pengajar pada tradisi ...... dengan sempurna oleh karena itu mulai saat ini anda terhubung dengan energi alam semesta secara permanen dan anda berhak menggunakan simbol........dan .hanya dapat melakukan inisiasi atas seizin saya.”
Dalam pelajaran exoterik-esoterik lainnya, pembatasan ini pun banyak saya temukan. Misalnya dalam seni pernafasan nampon saya pelajari dari silsilah yang melalui Abah Adjat Sudrajat (salah seorang murid H,Setia Mukhlis yang belajar langsung dari Uwak Nampon, pendiri Nampon) sama sekali tidak mengenal mantera-mantera tertentu apalagi ritual-ritual yang aneh-aneh, semuanya murni olah raga, olah nafas , dan olah rasa. Tetapi penulis pernah menemukan adanya “aliran’ nampon yang tidak tergabung dalam PPSN Jala Sutera yang kokocoran (silsilah) nya sama-sama berasal dari Uwak nampon ( pada aliran ini Uwak nampon disebut sebagai Mbah nampon) tetapi dalam tradisi khatamannya mengharuskan muridnya menyembelih ayam hitam dan memakan hatinya dengan tujuan untuk menyempurnakan tenaga dalamnya. Pada aliran “yang mengklaim” sebagai Nampon lainnya yang saya temui di Jawa Tengah malah jurusnya memakai wirid tertentu, dan menggunakan tradisi mandi air kembang untuk yang kata gurunya untuk menyempurnkan ilmu Sang murid, semua berbeda dengan aslinya. Sebagaimana peribahasa mengatakan ;’lain koki lain masakan.” , seorang guru dapat semakin membatasi muridnya dengan persyaratan-persyaratan tertentu.
“Dramatisasi’ pada tradisi gtumo dan berbagai varian ilmu Hikmah
Dalam tradisi gtumo yang saya pelajari dari salah satu “klan” yang ada di Indonesia, kita dapat melihat lagi berbagai batasan-batasan atau hijab-hijab spiritual yang dibuat oleh Sang Vajra masternya.
Dalam koleksi simbolnya, kemungkinan “disisipkan” beberapa simbol Reiki seperti Honsasezonen, dan Daiko mio, padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa gtumo berasal dari Tibet, sementara Daikomyo dan Honshashezonen adalah huruf kanji dan bahasa Jepang, bukan tibet jelas-jelas ini bumbu-bumbu atau bid`ah-bid`ah yang dibuat sang Vajra.
Lucunya , setelah “berusaha mempercayai” bahwa simbol-simbol itu original gtumo dan mempraktekannya dengan keyakinan penuh, saya kemudian dipertemukan seorang yang pernah mengikuti pelatihan gtumo dari seorang lamma di sebuah vihara di Bali ,dalam pelajaran gtumo yang katanya asli Tibet ini menurutnya justeru sama sekali tidak ada simbol-simbol, saya jadi makin bingung, siapa yang “menyusupkan” simbol dalam pelajaran gtumo dari lineage yang saya pelajari.
Akhirnya tibalah saya pada pelajaran akhir gtumo, setelah menerima angkur tingkat vajra Master, saya disuruhnya melatih gtumo selama beberapa bulan barulah saya boleh memberikan angkur pada orang lain, disamping itu vajra baru diwajibkan registrasi ke alam guru dengan membaca password yang berupa mantera yang katanya bahasa Tibet, bila tidak dilakukan katanya gtumo saya musnah. Akhirnya karena keraguan dan ketidak tahuan akan arti mantra yang harus saya baca mengharuskan saya hati-hati daam koridor tauhid sebagai seorang Muslim, saya memutuskan untuk tidak membacanya .
Pada akhirnya keragu-raguan saya pun terjawab, setelah dipertemukan seorang Tiong Hoa yang merupakan pasien Reiki saya yang kebetulan agak sedikit menguasai bahasa Pali, Mandarin ,sansekerta, dan sedikit Tibetan. Setelah membaca mantera gtumo mistik tersebut , pasien saya tertawa,’ ini bukan bahasa Tibet dan ini bukan mantera Bhudisme, ini bahasa Pali yang berisi pemanggilan nama dewa-dewi berikut sesajinya yang jelas-jelas bukan ajaran Bhuda.”katanya.
Karena merasa kecele akhirnya saya mencoba memberikan angkur sambil mencoba membuang jauh-jauh perasaan khawatir kalau-kalau gtumo saya musnah setelah mengangkur, walhasil sukses, dan saya merasakan gtumo saya masih ada malah semakin meningkat.
Budaya Daramatisasi, bumbu membumbui atau melebih-lebihkan tidak hanya kita temukan dalam tradisi gtumo , dalam pelajaran ilmu hikmah (hikmah yang dimaksud bukan filsafat Islam tetapi budaya mistik-esoteris Islam) kita akan banyak dapati berbagai syarat dari sang kyai atau ajengan yang disusupkan sebagai bumbu penyedap barangkali dalam pelajaran esoterisnya,( padahal kalau kebanyakan penyedap makanan malah membuat mual dan tidak enak ).
Misalnya saja saat saya menanyakan syarat hizib Mahabbah pada seorang Kyai di salah sebuah pesantren daerah Sumedang, menurut Sang Kyai yang biasa dipanggi Abah ini, syarat memiliki kekuatan Hizib Mahabbah adalah dengan membayar mahar berupa menyembelih kambing jantan kemudian membagi-bagkan dagingnya pada para santri atau fakir miskin, setelah itu puasa biasa empat puluh hari, dan membaca amalannya setiap ba`da sholat kalau tidak salah 40 kali balikan.Karena merasa syaratnya terlalu berat, akhirnya saya tidak menjalankannya.
Beberapa bulan kemudian saya menemukan lagi versi hizib Mahabbah lainnya, dari seorang Kyai di sebuah pesantren kecil daerah Kopo Bandung. Kali ini lain, maharnya cukup memberi uang sebanyak Naptu hari pada sang Kyai , kemudian puasanya juga cukup tiga hari dengan mutih, membacanya tengah malam sebanyak hitungan naptu hari .
Tidak lama setelah itu, saya berkesempatan mengikuti Ijazah Kubro yang diberikan seorang Kyai di sebuah pesantren daerah Cicalengka Bandung.dari Kyai yang akrab disapa Buya ini, saya mendapatkan beberapa amalan, beberapa hizib dan ijazah masal beberapa kitab ilmu hikmah.Dari salah satu hizib yang diijazahkan terdapat juga hizib mahabbah dengan syarat yang berbeda, cukup puasa biasa selama tujuh hari berturut-turut, dan membacanya ba`da Isya sebanyak 70x.
Mendengar cerita tersebut salah serang teman saya tersenyum sambil mengatakan peribahasa lain koki lain masakan.”tapi ini kan bukan masakan.’ Jawab saya sambil tersenyum.
Sebagaimana diketahui , Reiki Usui yang dibawa ke Amerika oleh Sensei Takata dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia , telah kehilangan tekhnik-tekhnik dan konsep-konsep spiritualnya, sehingga reiki yang berkembang bukanlah spiritual energy atau spiritual healing tetapi hanyalah energi atau healing “biasa saja”
Reiki kini tidak lagi dilihat dan difahami berdasarkan paradigma grand Master Usui , tetapi berdasarkan paradigma penerus silsilah setelah beliau. Akhirnya Reiki dibatasi hanya sebagai energi penyembuhan saja. Maka, karena Reiki hanya difahami sebagai energi penyembuhan, maka jadilah Reiki sebagaimana yang diyakini, ia hanya menjadi energi penyembuhan biasa yang tidak efektif untuk menangani masalah Supranatural, gangguan jin, santet dan lain-lain.Padahal Sensei Usui menyatakan “setiap benda yang ada di alam semesta ini mempunyai reiki’ yaitu “energi universal yang merupakan inti dari seluruh kejadian”Beliau menyatakan pula bahwa “reiki merupakan gelombang energi cinta” dan “sinar murni yang datang dari dimensi yang lebih tinggi .
Para master reiki kemudian berusaha melengkapi “missing link” ini dengan mengadopsi tekhnik-tekhnik non reiki dan atau mengakulturasikan reiki Usui dengan konsep-konsep mistik-atau spiritual di luar reiki yang sebagian bersumber dari halusinasi atau “wisik gaib “, maka munculah aliran-aliran “reiki oplosan” .
Pada Reiki Seichim misalnya, Patrick Zeigler sang founder pada tahun 1978 mendapatkan energi barunya di sebuah piramid di Mesir saat ia menjalankan tugas sebagai pasukan perdamaian PBB. Pada malam suatu malam , saat bermeditasi di ruang raja dalam Piramida tersebut, ia mendengar suara-suara gaduh yang semula dikiranya adalah para penjaga yang mendatanginya, ketika berniat akan bersembunyi, tiba –tiba terlihatlah suatu sosok makhuk bersinar dalam delapan pola melayang di atasnya yang kemudian berkata,” This is why you have come ?”.Lalu “sret” dadanya serasa dibelah, setelah itu tiba-tiba rasa takutnya menghilang begitu saja, dan Patrick tiba-tiba merasakan suatu kesunyian yang belum pernah ia alami sebelumnya, hingga detak jantungnya pun terdengar keras.
Setelah dikonfirmasikan pada seorang cenayang bernama Christine Gerber di California maka berkembanglah kemudian apa yang disebut sebagai Reiki Seichim. Konon, saat itu Christine kesurupan sosok makhluk halus yang mengaku bernama Marat, yang menambahkan pada Seichimnya sebuah simbol bernama infinity.
Tidak hanya Seichim Reiki, reiki-reiki yang muncul belakang seperti Lightarian Reiki, Shambala , dan lain-lainnya sudah mulai mengalami penyimpangan atau apa yang agama menyebutnya sebagai penyesatan. Padahal Syekh Abdul Qodir Jaelani salah seorang yang dianggap wali oleh para pengikutnya dikalangan Islam suatu hari dalam dzikirnya pernah didatangi suatu cahaya putih kemilau yang menyatakan ,” aku adalah yang selama ini engkau sembah, sudah cukup ibadahmu.” Tiba-tiba beliau bangun lalu mengambil sandal dan kemudian melemparkannya pada cahaya tersebut sambil berkata,” enyahlah engkau iblis.” Artinya, kita harus selalu hati-hati terhadap setiap sosok yang datang pada kita, tidak boleh percaya begitu saja.
Tentang hal ini, Alkitab berbicara pula :
”Hal itu tidak mengherankan, sebab iblis pun bisa menyamar sebagai malaikat terang.’ 2 korintus: 14)
( pembahasan tentang berguru gaib dan guru sejati akan kita bahas pada buku Kesadaran Semesta berikutnya )
Demikianlah, pada akhirnya “ eksperimen-eksperimen spiritual” tersebut malah semakin menurunkan reiki ke tingkat klenik-mistikisme atau bisa dikatakan sebagai perdukunan gaya baru, bukannya spiritualisme sebagaimana yang biasa mereka gembar-gemborkan, mereka mengatakan bahwa mereka telah bertemu para spiritual guide`s yang mengajarkan pada mereka tekhnik-tekhnik baru yang selain tidak “manusiawi”(karena yang mengajarkannya jelas bukan manusia) juga belum tebukti effektifitasnya . Disinilah awal penyimpangannya, tatkala mereka berkutat seputar mistikisme, mereka sibuk dalam permainan para “spiritual guide”, mereka lupa bahwa reiki berasal dari Tuhan dan harus dipergunakan sesuai dengan “apa yang Tuhan inginkan “. Mereka sibuk dalam bebagai tekhnik yang diajarkan oleh apa yang mereka sebut sebagai para spiritual guide, atau sesuatu yang mereka klaim sebagai Ascended Master, dan lain-lain, sementara mereka lupa dengan konsep-konsep dasar reiki seperti :
Santai, Senyum, Pasrah, dan Biarkan Reiki Mengalir
Disaat itulah ,reiki sebagai anugerah Ilahi dipisahkan dari sumbernya ; Alam Semesta yang luas yang tidak terbatas milik Sang Ilahi, maka reiki kini dikungkung dalam batasan-batasan yang manusia buat (lebih parahnya malah yang makhluk halus buat) ; level, simbol, tekhnik, mantera, mudra, dan lain sebagainya. Kepasrahan adalah suatu cara untuk mendekat pada Yang Tak Terbatas, bila kita dekat dengan Yang tak Terbatas maka bukankah energi kita pun akan tak terbatas juga?
Dalam tatacara inisiasi salah satu varian Reiki pada tingkat ke 2 misalnya , saya sebagaimana yang diajarkan master saya biasa mengucapkan afirmasi sebagai berikut,” “anda telah mendapat attunement reiki 2 pada tradisi Usui dengan sempurna oleh karena itu mulai saat ini anda terhubung dengan energi alam semesta secara permanen dan anda berhak menyalurkan reiki pada………, dan anda berhak menggunakan simbol chokurei, seihei ki , dan honsase zonen”
Pada afirmasi dalam inisiasi Reiki tersebut terlihat beberapa pembatasan yaitu pada bagian yang hurufnya ditebalkan, ini merupakan salah satu pembatasan yang dilakukan seorang “mater reiki” pada muridnya. Pada akhirnya walaupun seorang murid dapat menyalurkan Reikinya dan menggunakan “fasilitas” berupa simbol-simbol yang diberikan haknya, tetapi dalam paradigma KeKesadaran Semesta-an, hal tersebut merupakan hijab yang membatasi hubungan si murid dengan keluasan Semesta, dan Pencipta pada akhirnya. Murid dibatasi hanya terhubung dengan satu aliran Reiki dan hanya dapat memanfaatkan simbo-simbol tertentu saja, ia tidak dapat menggunakan varian lain dan simbol-simbol lainnya. Padahal energi semesta itu sangat luas tak terbatas, dan simbol-simbol yang ada di alam jagat itu sangat banyak tak tersebutkan.
Firman Allah dalam Alqur`an ,” Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi setelah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat-kalimat Alloh.” Qur'an S Luqman:27
Tentang pembahasan ini, saya punya pengalaman unik. Setelah menamatkan pelajaran saya pada master saya yang pertama, kemudian hari saya dipertemukan dalam sebuah seminar mengenai hipnosis dengan Bpk.Yan Nurindra yang tak lain adalah “kakek guru saya”atau guru dari master Reiki pertama saya saat itu. Setelah berbincang-bincang panjang lebar tentang Reiki, Pak Yan, begitu panggilan akrabnya ternyata kaget saat mendengar ada tingkat 3a pada Reiki Usui saya sebagaimana yang saya dapat dari master saya. karena menurutnya pada Reiki Usui yang berasal dari lineagenya tidak ada tingkat 3a, kontan saja hal tersebut justeru membuat saya lebih kaget lagi, berarti master pertama sayalah yang “menambahkan tingkat 3a pada Reiki Usui yang diajarkannya.
Dari pengalaman tersebut, saya menyimpukan bahwa inisiasi Reiki merupakan pembatasan yang dibuat guru pada muridnya, dan kemudian setelah sang murid menamatkan pelajarannya, setelah menjadi guru dia dapat lebih membatasi lagi murid generasi berikutnya , misalnya dengan membuat tingkatannya menjadi lebih banyak, prosedur atau tata cara attunementnya menjadi lebih rumit dan seterusnya
Untuk membatasi aliran Reiki misalnya, sang master dapat memberi batas saat inisiasi cukup dengan menambahkan kata-kata tertentu pada afirmasinya , misalnya,”
,” “anda telah mendapat attunement reiki 1 pada tradisi Usui dengan sempurna oleh karena itu mulai saat ini anda terhubung dengan energi alam semesta secara permanen dan anda berhak menyalurkan reiki hanya pada diri sendiri”
Untuk membatasi seorang Master agar tidak menyebarluaskan aliran Reiki tertentu , seorang Grand Master bisa saja membatasi muridnya dengan menambahkan kalimat berikut (yang digaris bawahi) saat memberikan afirmasi,” “anda telah mendapat attunement reiki tingkat master pengajar pada tradisi ...... dengan sempurna oleh karena itu mulai saat ini anda terhubung dengan energi alam semesta secara permanen dan anda berhak menggunakan simbol........dan .hanya dapat melakukan inisiasi atas seizin saya.”
Dalam pelajaran exoterik-esoterik lainnya, pembatasan ini pun banyak saya temukan. Misalnya dalam seni pernafasan nampon saya pelajari dari silsilah yang melalui Abah Adjat Sudrajat (salah seorang murid H,Setia Mukhlis yang belajar langsung dari Uwak Nampon, pendiri Nampon) sama sekali tidak mengenal mantera-mantera tertentu apalagi ritual-ritual yang aneh-aneh, semuanya murni olah raga, olah nafas , dan olah rasa. Tetapi penulis pernah menemukan adanya “aliran’ nampon yang tidak tergabung dalam PPSN Jala Sutera yang kokocoran (silsilah) nya sama-sama berasal dari Uwak nampon ( pada aliran ini Uwak nampon disebut sebagai Mbah nampon) tetapi dalam tradisi khatamannya mengharuskan muridnya menyembelih ayam hitam dan memakan hatinya dengan tujuan untuk menyempurnakan tenaga dalamnya. Pada aliran “yang mengklaim” sebagai Nampon lainnya yang saya temui di Jawa Tengah malah jurusnya memakai wirid tertentu, dan menggunakan tradisi mandi air kembang untuk yang kata gurunya untuk menyempurnkan ilmu Sang murid, semua berbeda dengan aslinya. Sebagaimana peribahasa mengatakan ;’lain koki lain masakan.” , seorang guru dapat semakin membatasi muridnya dengan persyaratan-persyaratan tertentu.
“Dramatisasi’ pada tradisi gtumo dan berbagai varian ilmu Hikmah
Dalam tradisi gtumo yang saya pelajari dari salah satu “klan” yang ada di Indonesia, kita dapat melihat lagi berbagai batasan-batasan atau hijab-hijab spiritual yang dibuat oleh Sang Vajra masternya.
Dalam koleksi simbolnya, kemungkinan “disisipkan” beberapa simbol Reiki seperti Honsasezonen, dan Daiko mio, padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa gtumo berasal dari Tibet, sementara Daikomyo dan Honshashezonen adalah huruf kanji dan bahasa Jepang, bukan tibet jelas-jelas ini bumbu-bumbu atau bid`ah-bid`ah yang dibuat sang Vajra.
Lucunya , setelah “berusaha mempercayai” bahwa simbol-simbol itu original gtumo dan mempraktekannya dengan keyakinan penuh, saya kemudian dipertemukan seorang yang pernah mengikuti pelatihan gtumo dari seorang lamma di sebuah vihara di Bali ,dalam pelajaran gtumo yang katanya asli Tibet ini menurutnya justeru sama sekali tidak ada simbol-simbol, saya jadi makin bingung, siapa yang “menyusupkan” simbol dalam pelajaran gtumo dari lineage yang saya pelajari.
Akhirnya tibalah saya pada pelajaran akhir gtumo, setelah menerima angkur tingkat vajra Master, saya disuruhnya melatih gtumo selama beberapa bulan barulah saya boleh memberikan angkur pada orang lain, disamping itu vajra baru diwajibkan registrasi ke alam guru dengan membaca password yang berupa mantera yang katanya bahasa Tibet, bila tidak dilakukan katanya gtumo saya musnah. Akhirnya karena keraguan dan ketidak tahuan akan arti mantra yang harus saya baca mengharuskan saya hati-hati daam koridor tauhid sebagai seorang Muslim, saya memutuskan untuk tidak membacanya .
Pada akhirnya keragu-raguan saya pun terjawab, setelah dipertemukan seorang Tiong Hoa yang merupakan pasien Reiki saya yang kebetulan agak sedikit menguasai bahasa Pali, Mandarin ,sansekerta, dan sedikit Tibetan. Setelah membaca mantera gtumo mistik tersebut , pasien saya tertawa,’ ini bukan bahasa Tibet dan ini bukan mantera Bhudisme, ini bahasa Pali yang berisi pemanggilan nama dewa-dewi berikut sesajinya yang jelas-jelas bukan ajaran Bhuda.”katanya.
Karena merasa kecele akhirnya saya mencoba memberikan angkur sambil mencoba membuang jauh-jauh perasaan khawatir kalau-kalau gtumo saya musnah setelah mengangkur, walhasil sukses, dan saya merasakan gtumo saya masih ada malah semakin meningkat.
Budaya Daramatisasi, bumbu membumbui atau melebih-lebihkan tidak hanya kita temukan dalam tradisi gtumo , dalam pelajaran ilmu hikmah (hikmah yang dimaksud bukan filsafat Islam tetapi budaya mistik-esoteris Islam) kita akan banyak dapati berbagai syarat dari sang kyai atau ajengan yang disusupkan sebagai bumbu penyedap barangkali dalam pelajaran esoterisnya,( padahal kalau kebanyakan penyedap makanan malah membuat mual dan tidak enak ).
Misalnya saja saat saya menanyakan syarat hizib Mahabbah pada seorang Kyai di salah sebuah pesantren daerah Sumedang, menurut Sang Kyai yang biasa dipanggi Abah ini, syarat memiliki kekuatan Hizib Mahabbah adalah dengan membayar mahar berupa menyembelih kambing jantan kemudian membagi-bagkan dagingnya pada para santri atau fakir miskin, setelah itu puasa biasa empat puluh hari, dan membaca amalannya setiap ba`da sholat kalau tidak salah 40 kali balikan.Karena merasa syaratnya terlalu berat, akhirnya saya tidak menjalankannya.
Beberapa bulan kemudian saya menemukan lagi versi hizib Mahabbah lainnya, dari seorang Kyai di sebuah pesantren kecil daerah Kopo Bandung. Kali ini lain, maharnya cukup memberi uang sebanyak Naptu hari pada sang Kyai , kemudian puasanya juga cukup tiga hari dengan mutih, membacanya tengah malam sebanyak hitungan naptu hari .
Tidak lama setelah itu, saya berkesempatan mengikuti Ijazah Kubro yang diberikan seorang Kyai di sebuah pesantren daerah Cicalengka Bandung.dari Kyai yang akrab disapa Buya ini, saya mendapatkan beberapa amalan, beberapa hizib dan ijazah masal beberapa kitab ilmu hikmah.Dari salah satu hizib yang diijazahkan terdapat juga hizib mahabbah dengan syarat yang berbeda, cukup puasa biasa selama tujuh hari berturut-turut, dan membacanya ba`da Isya sebanyak 70x.
Mendengar cerita tersebut salah serang teman saya tersenyum sambil mengatakan peribahasa lain koki lain masakan.”tapi ini kan bukan masakan.’ Jawab saya sambil tersenyum.